Polemik Puyer

puyerAkhir-akhir ini tengah mengemuka topik tentang polemik puyer. Berikut kutipan dari Kompas :

Puyer atau obat racikan aman dikonsumsi masyarakat asalkan dibuat dengan cara yang baik dan benar. Selain sebagai pilihan dalam pemberian obat, pemberian resep obat dalam bentuk puyer juga menjadi bagian dari rangkaian praktik kedokteran.Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Sukman T Putra, Selasa (24/2) dalam jumpa pers di Jakarta, menanggapi polemik seputar pemberian obat puyer dalam praktik kedokteran di Indonesia yang diduga sejumlah pihak mengandung obat tidak rasional.

”Bantahan atau pembenaran terhadap banyak hal terkait praktik kedokteran yang berlaku secara universal saat ini harus berdasarkan bukti, bukan pendapat umum dan pribadi,” ujarnya.

Sejumlah kasus dugaan pemberian obat puyer yang tidak dilakukan dengan baik dan mengandung obat tak rasional dapat diselesaikan sesuai masalahnya dan bisa dilaporkan kepada pihak berwenang. ”Kami akan mengkaji masalah ini,” kata Sukman.

Menurut keterangan PB IDI, pemberian resep obat dalam bentuk puyer atau racikan oleh dokter adalah bagian dari rangkaian praktik kedokteran. Jadi, dokter pada dasarnya memahami dan bertanggung jawab penuh terhadap semua jenis obat yang diresepkan kepada pasien.

”Obat yang diracik tidak ada masalah sepanjang dibuat dengan cara baik dan benar, higienis, serta komposisi dan jenis obat rasional,” kata Sukman. Dalam kurikulum pendidikan di fakultas kedokteran, para calon dokter diberikan ilmu kefarmasian tentang meracik obat.

Jadi, obat yang diberikan dalam bentuk puyer oleh dokter terhadap pasiennya tidak bertentangan dengan profesionalisme dokter dalam menjalankan tugasnya. ”Semua dokter hendaknya selalu berkomunikasi dengan baik, khususnya pemberian obat pada pasien,” ujarnya.

Sejauh ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak pernah melarang pemberian resep obat dalam bentuk racikan. Kebijakan suatu negara mengenai penggunaan obat juga tergantung dari kondisi di negara bersangkutan, tidak sepenuhnya tergantung dari kebijakan WHO.

Dosis lebih tepat

Di Indonesia, obat puyer masih banyak digunakan dalam praktik kedokteran karena tidak semua obat tersedia dalam bentuk jadi. ”Dosis obat untuk anak berdasarkan berat badan sehingga lebih mudah menyesuaikan dosis obat dengan berat badan anak bila dalam bentuk puyer daripada sirup,” ujar Sukman.

Dokter spesialis anak konsultan tumbuh kembang dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Soedjatmiko, menambahkan, obat jadi seperti sirup lebih mahal daripada puyer meski isinya sama, tidak bisa dibeli sebagian, sehingga memberatkan keluarga berpenghasilan rendah.

Dalam satu puyer bisa dicampur beberapa jenis obat yang harus diminum bersamaan, misalnya obat penurun panas dan antikejang. Jadi, dengan dengan sekali minum dua jenis obat sekaligus masuk atau lebih praktis dibandingkan dengan obat sirup.

Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta menjelaskan, pemberian obat dalam bentuk racikan tidak masalah asalkan sesuai prosedur.

 KOMPAS, Rabu, 25 Februari 2009, hal. 12, judul “Obat Puyer Aman Dikonsumsi, Pembuatan Harus Sesuai Prosedur”.